Kisah Ketika Kyai Rahmat Bumiayu Akan Dihabisi Oleh PKI Mirip Dengan Kisah Kasus KM50
Daftar Isi
Gerakan sadis, keji dan kejam PKI dalam upaya menghabisi tokoh-tokoh Islam, sangat mirip dengan Kasus KM50. Simak baik-baik sejarah berikut ini, supaya faham kemiripannya dengan Tragedi KM50.
Ketika Republik Indonesia baru saja merdeka, banyak para ulama dan santri yang sudah menjadi target dan korban pembunuhan kalangan PKI. Sebut saja Kyai Rahmat yang menjadi salah seorang pengasuh sebuah pondok pesantren kecil di Bumiayu.
Matahari baru saja meninggi dan Dhuhur telah dilaksanakan beberapa saat lalu tiba-tiba ada undangan mendadak kepada Kyai Rahmat untuk mengajar disebuah rumah, karena anak yang butuh diajari baca Al-Qur’an.
Melihat dan menilai ada yang janggal, sang kyai tetap mengedepankan berbaik sangka sampai meminta negosiasi agar mengejarnya sore saja selepas Ashar. Akan tetapi beberapa orang yang menjemputnya tetap bersikeras mengajaknya di waktu itu. Sang Kyai pun menyetujui dan bergegas pamit kepada keluarganya lalu menaiki mobil yang menjemputnya bersama beberapa orang.
Setelah berlalu beberapa waktu di perjalanan, sang Kyai tetapi dihantui perasaan yang tidak wajar menghinggapi benaknya tapi terus diabaikannya dengan terus berdzikir. Sampai terbentuk sebuah kesimpulan, tidak salah lagi bahwa mereka adalah kelompok PKI, mengingat dirinya adalah pengurus Masyumi di Bumiayu.
Tak disangka orang-orang yang menjemputnya ini pun kelaparan hingga mereka berhenti lalu makan di warung makan pinggir jalan dengan meninggalkan sang Kyai sendirian di mobil. Melihat hal tersebut, Kyai Rahmat tak mensia-siakan kesempatan emas tersebut, sambil membuka pintu mobil, sang Kyai pun keluar sambil berlari kecil menuju rumah salah seorang warga yang didatanginya secara acak untuk meminta perlindungan sejenak.
Selesai mereka makan, entahlah apa yang mereka lakukan, sang Kyai pun menginap di rumah warga tersebut hingga keesokkan harinya, diantar warga tersebut menuju kediaman saudaranya yang tentara untuk mengamankan diri sewaktu-waktu didatangi lagi ke rumahnya.
Ya, mereka adalah anak buah Kutil, gembong PKI wilayah Tegal dan sekitarnya. Tercatat bahwa Kyai Bisri dan Kyai Muchidin, kedua ulama terpandang menjadi korban kebiadaban PKI dengan ditemukannya mereka disebuah rumah tua yang kosong dengan leher yang sudah tersembelih pada November 1945.
Banyak sudah para ulama, santri, camat, kades, polisi yang telah dibunuh olehnya. Ada yang diseret dengan mobil, ditusuk dengan golok hingga disembelih leher-leher korbannya seperti yang menimpa RM. Suparto Sastrosuworo, Camat Adiwerna yang masih muda belia. Ketika sang Camat berpidato mencaci maki PKI di depan makam kuno Tegal Arum, Lemah Duwur, tak berapa lama langsung didatangi beberapa orang PKI dan seketika disembelih disana, sebelumnya sang camat muda ini mengumandangkan adzan terlebih dahulu. Ia gugur sebagai syuhada.
Kutil, sudah terkenal kebiadabannya di sekitaran Brebes, Purwokerto hingga Purbalingga sebagai. Tak jarang banyak anggotanya yang segan kepadanya. Dia sering menyamar menjadi guru ngaji untuk mendata calon korbannya dari kalangan ulama. Karena berasal dari keluarga santri Madura, Kutil bisa dibilang cukup menguasai persoalan agama meskipun dikemudian hari dia menjadi murtad dengan mencaci maki Penciptanya dan sudah berikrar bahwa dia memilih tak lagi beragama dikarenakan kehidupannya selalu tak beruntung dari mulai gagal menjadi lurah desa, ditambah wajah dan prilakunya yang buruk menambah kesan buruk bagi siapapun yang melihatnya. Hingga akhirnya dirinya mulai berkenalan dengan faham komunis ketika dia bekerja di pelabuhan, lalu menjadi aktivis PKI dan membuat Sarekat Rakyat di Tegal untuk menandingi Sarekat Islam.
Darisitulah awal mulai membenci agama dan para penganutnya semakin bergejolak dan membara. Hingga pada akhirnya, setelah menyerang Pekalongan lalu terjebak oleh para tentara dan berhasil kabur dari penjara lalu tertangkap lagi di Slawi dan dipenjara kembali hingga akhirnya dieksekusi mati pada 5 Mei 1951.
Sumber :
📕 Buku Banjir Darah, Kisah Nyata Aksi PKI Terhadap Kiai, Santri dan Kaum Muslimin karya Anab Afifi dan Thowaf Zuharon.
Posting Komentar